ALIANSI BARA API Kecam Tindakan Represif Aparat pada Aksi 1 Juli di Surabaya

ALIANSI BARA API MENGECAM TINDAKAN REPRESIF APARAT TNI-POLRI-SATPOL PP TERHADAP KAWAN-KAWAN ALIANSI MAHASISWA PAPUA

KRONOLOGIS:

Surabaya, 1 Juli 2019.

Bertempat di Asrama Kamasan III Surabaya Jl.Kalasan no 10, massa aksi berkumpul pada pukul 05.05 WIB. Berdasarkan keterangan kawan YI dan LC Massa aksi ke luar dari asrama menuju Grahadi. Pukul 05.29 WIB ratusan aparat TNI, POLRI, dan SATPOL PP sudah apel di depan jalan utama asrama lalu tiba-tiba mereka menghadang massa aksi yang keluar.
Pada pukul 05.32 aparat secara terang-terangan mengatakan bahwa tidak boleh ada aksi demonstrasi dalam bentuk atapun termasuk aksi damai dan beberapa menit kemudian massa aksi tetap berjalan beberapa langkah ke depan dan massa aksi langsung dihadang di jalan utama.

Pukul 05.38 massa aksi menerima perlakuan represif bahkan dipukul dengan tongkat dan ditendang dan diseret ke aspal hingga mengalami luka berat. Represifitas dari ormas yang memukul salah satu massa aksi pun terkesan dibiarkan oleh aparat TNI, POLRI, dan SATPOL PP.

Pukul 05.46 Wib beberapa mobil Dalmas parkir di depan asrama dan dari pihak aparat keamanan membawa pengeras suara (speaker) dengan nada keras mengatakan bahwa aksi damai yang dilakukan oleh mahasiswa Papua Surabaya harus segera dihentikan, jika tidak massa aksi akan diangkut paksa dengan alasan aksi tersebut tidak mendapatkan izin. Padahal empat hari sebelumnya surat pemberitahuan sudah dikirimkan.

Pukul 05.50 WIB salah satu massa aksi mencoba berdialog dengan pihak aparat, namun terkesan tidak pedulikan.

Pukul 06.00 wib tepat aparat TNI, POLRI dan SATPOL PP melakukan represifitas terhadap massa aksi dan mendorong mereka mundur ke arah asrama, lalu kemudian enam orang massa aksi dipukul dan diseret dan diangkut ke dalam mobil Dalmas.

Pukul 06.07 pihak aparat TNI, POLRI dan SATPOL PP semakin represif kemudian datang mobil dalmas yang membawa sejumlah penambahan personil TNI AL untuk membubarkan aksi. Kemudian situasi semakin panas dan massa aksi saling adu mulut dengan pihak aparat.

Pada pukul 06.37 WIB massa aksi melakukan orasi di depan asrama lantaran mereka dihalangi untuk melakukan long-march sehingga masa aksi tidak bisa lanjut ke titik aksi di monumen kapal selam dan tertahan di depan asrama, namun massa aksi tetap semangat melakukan orasi .

Pukul 07.32 WIB, pihak aparat bertambah banyak, bahkan membawa senjata api lengkap.

Hingga pukul 08.25 WIB massa aksi tetap tidak diberikan ruang dan kemudian beberapa massa aksi mengalami penangkapan paksa. Dikarenakan tiba-tiba enam orang masa aksi diangkut ke dalmas ketika aksi dan dua orang massa yang berjalan lebih dulu dihadang dari pihak Aparat POLRI/TNI dan diserahkan ke Satpol PP dan dibawa ke ruangan Satpol PP Pemerintah Kota Surabaya tanpa sepengetahuan massa aksi yang lainnya. Setelah massa aksi sadar, massa aksi memaksa aparat untuk melepaskan mereka atau mengangkut seluruh masa aksi. Tindakan aparat yang menghalang-halangi bahkan sampai menimbulkan baku hantam sangat disesalkan, dikarenakan mereka yang seharusnya jadi pengayom rakyat malah menjadi alat negara untuk memberangus ruang demokrasi dan membungkam hak menyuarakan pendapat. Suara-suara diberangus seakan-akan kemanusiaan sudah hangus dari nurani mereka. Kawan AMP inisial YHN mengalami luka di tangan, siku, dan bibir bahkan kawan AP mengalami pendarahan di kaki akibat hentakan tameng aparat yang disengaja untuk melukai mereka.

Pukul 09.45 WIB massa aksi pun duduk dengan tenang sambil melanjutkan orasi tuntutan mereka kepada pihak aparat untuk segera melepaskan delapan orang massa aksi yang ditahan. Orasi diteriakkan untuk menekan tindakan represif aparat. Hingga akhirnya aparat mengancam akan mengangkut paksa kawan-kawan AMP jika tidak bubar. Kawan AMP tetap teguh dengan pendirian mereka, yaitu jika aparat mengangkut kawan-kawan AMP maka semua kawan harus diangkut. Akhirnya kawan-kawan melepas baju sebagai bentuk protes terhadap tindakan sewenang-wenang aparat yang tidak punya dasar hukum untuk penangkapan maupun pengangkutan paksa. Salah satu kawan AMP menanyakan terkait surat-surat yang mendasari tindakan aparat tersebut, hingga terjadi adu mulut.

Pukul 10.25 Akhirnya karena menyadari tidak mempunyai perizinan yang lengkap, aparat pun membebasakan delapan orang massa aksi yang ditahan. Kemudian pukul 11.43 WIB massa aksi sepakat untuk membaca pernyataan sikap dan membubarkan diri.

Tindakan represif yang dilakukan oleh aparat menurut kami sama sekali tidak berlandaskan hukum karena kebebasan dalam menyuarakan pendapat seharusnya dijamin secara penuh dalam negara demokrasi, hal tersebut juga tertuang dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Kekerasan yang dilakukan oleh aparat juga melanggar pasal 24 Perkapolri no 9 Tahun 2008 terkait penerapan upaya paksa salah satunya yaitu tindakan aparat yang spontanitas dan emosional, misalnya mengejar pelaku, membalas melempar pelaku, menangkap dengan kasar dengan menganiaya atau memukul. Kemudian juga dapat dilihat dalam Peraturan Kapolri no 16 Tahun 2006 tentang pedoman pengendalian massa (Protap Dalmas) pada pasal 7 ayat (1) yaitu “Hal-hal yang dilarang dilakukan satuan Dalmas”.

Dengan ini kami aliansi BARA API mengecam tindakan represif berupa pelarangan dalam menyampaikan pendapat di muka umum dan kekerasan fisik terhadap massa aksi. Kami menuntut:

1. Pemerintah kota Surabaya untuk tidak terlibat dalam pembungkaman ruang demokrasi.

2. Mengecam segala tindakan anti-demokrasi yang dilakukan oleh aparat.

3. Menuntut untuk menghentikan segala tindakan represif terhadap kawan-kawan Papua.

PMKRI Cabang Surabaya

Front Mahasiswa Nasional Surabaya

Surabaya Melawan

YLBHI-LBH Surabaya

***AJ***










Post a Comment

0 Comments