Kisah Pengacara Perempuan Indonesia, Veronica Koman Perjuangkan Hak Papua Barat

Pengacara Veronica Koman telah disebut sebagai pengkhianat dan menghadapi ancaman pembunuhan sebagai bagian dari perjuangan hukumnya untuk menuntut pertanggungjawaban polisi Indonesia. Ia membela rakyat Papua atas penindasan yang diklaimnya pengambilalihan ilegal oleh polisi. Penggugatan semacam ini sama sekali belum pernah terjadi sebelumnya.

Oleh: Helen Davidson (The Guardian)

Seorang pengacara hak asasi manusia Indonesia termasuk di antara sekelompok orang yang menuntut polisi Indonesia ke pengadilan atas nama semua warga Papua Barat dalam kasus perdata yang belum pernah terjadi sebelumnya atas apa yang diklaimnya sebagai pengambilalihan markas kelompok aktivis secara ilegal.

Veronica Koman adalah bagian dari koalisi hukum yang membawa gugatan perdata yang baru pertama kali ini diajukan. Meskipun berfokus pada satu insiden tertentu, gugatan tersebut dipandang sebagai kasus penting dalam perjuangan kemerdekaan Papua Barat dari Indonesia.

Kasus tersebut, di mana Veronica Koman menuntut polisi untuk ganti rugi lebih dari US$100.000 atas serangan mereka terhadap markas kelompok aktivis pada Malam Tahun Baru 2019, telah didanai oleh biaya pribadi.

Veronica Koman, yang berbasis di Jakarta tetapi melakukan perjalanan ke Papua Barat untuk mewakili mereka yang dituduh melakukan kejahatan yang berkaitan dengan separatisme, mengatakan kepada The Guardian bahwa pekerjaannya telah menimbulkan kekerasan dan ancaman kematian terhadap dirinya.

Pada aksi masa bulan Desember 2018, Veronica Koman dan rekan-rekannya dilempari batu oleh sesame warga Indonesia. Veronica juga menjadi sasaran khusus protes anti-separatis, yang membuatnya terpaksa harus bersembunyi. “Itu sangat kasar. Orang-orang meneriaki saya: ‘Anda pengkhianat, Anda mendanai gerakan separatisme ini’,” kenangnya.

Veronica Koman mengatakan bahwa dia dulu “sangat nasionalis” ketika dia masih bekerja sebagai petugas bantuan hukum di Jakarta. Tetapi ketika dia mengetahui tentang penembakan yang menewaskan empat anak sekolah oleh pihak berwenang Indonesia bulan Desember 2014, dia terlibat dalam demonstrasi publik dan bertemu dengan para aktivis kemerdekaan Papua Barat.

“Suatu kali saya mendengar tentang kasus pembunuhan tahun 2014, saya lalu mulai belajar lebih banyak tentang Papua Barat dan itu benar-benar membuka mata saya. Itulah misi saya sekarang, untuk mengungkapkan apa yang terjadi di Papua Barat. Saya mempelajari keberanian dan ketahanan dari orang-orang Papua Barat. Itu benar-benar mengubah hidup saya, bagaimana saya memandangnya, dan bagaimana saya menyaksikan perlawanan.”

Veronica Koman dan para pengacara lokal Papua Barat lainnya mewakili sebuah kelompok aktivis yang disebut Komite Nasional Papua Barat (KNPB) dalam tuntutan hukum terhadap kepolisian Papua Indonesia cabang Mimika atas serangan Malam Tahun Baru 2019.

“Ratusan polisi dan militer yang bersenjata lengkap datang pada pukul 6 pagi,” kata Veronica Koman tentang serangan itu. Dia juga mewakili orang-orang yang didakwa melakukan pelanggaran makar dan menuduh beberapa orang terluka parah dan menunjukkan tanda-tanda “penggunaan kekuatan berlebihan” oleh polisi.

Veronica Koman mengatakan bahwa KNPB telah menjadi “pusat” bagi masyarakat setempat, menjalankan program sosial, pertemuan ibadah, dan menengahi perselisihan suku. “Mereka tidur di kantor pusat, isinya bukan hanya orang-orang yang mendiskusikan kemerdekaan setiap saat.”

Kepolisian daerah Papua mengatakan bahwa mereka berupaya mengambil alih gedung itu sebagai pos keamanan bersama dengan militer. Mereka mengaku memiliki hak untuk mengambil alih bangunan itu karena itu milik pemerintah daerah, yang telah memberikannya kepada masyarakat setempat. Pihak berwenang juga mengatakan bahwa tanah itu milik Freeport, perusahaan pengelola tambang emas dan tembaga Grasberg.

Veronica Koman dan KNPB membantah hal ini, mengatakan bahwa mereka telah menulis bukti dari pemilik adat Amingme bahwa tanah itu diberikan kepada mereka.

Sulit untuk mendapatkan gambaran yang benar tentang perjuangan kemerdekaan Papua Barat. Media asing dilarang memasuki Papua Barat sehingga misinformasi sering terjadi.

“Pasukan keamanan Indonesia cenderung meremehkan apa yang terjadi, seperti jumlahnya dan hal-hal lain, sementara orang Papua Barat cenderung melebih-lebihkan,” kata Koman.

Namun, Veronica Koman percaya bahwa sebagian besar berasal dari Indonesia, yang dia katakan terlibat dalam “distorsi total.”

“Itulah mengapa saya mengerti cara berpikir orang Indonesia, saya pernah menjadi salah satunya,” katanya. “Kita di Jakarta tidak mendengar tentang pelanggaran hak asasi manusia (di Papua Barat).”

Pada saat penggerebekan di markas Timika, pihak berwenang menangkap beberapa aktivis sebagai bagian dari penyelidikan pengkhianatan, kemudian menuntut tiga orang, yang diwakili Koman pada persidangan pekan lalu. “Mereka menghadapi hukuman penjara selama 20 tahun karena pengkhianatan, karena alasan konyol, karena beribadah, dan ingin menyelenggarakan upacara tradisional mereka,” katanya.

Persidangan kedua menuntut dua anggota KNPB yang dituduh “tidak taat terhadap otoritas,” yang kemudian dijatuhi hukuman penjara hingga dua tahun, katanya.

Pengadilan itu dilakukan di tengah eskalasi selama berbulan-bulan dari konflik sipil yang telah berlangsung lama, setelah gerilyawan separatis menyerang sebuah lokasi konstruksi dan menewaskan sedikitnya 17 orang.

Para militan mengklaim bahwa semua korban tewas berasal dari militer Indonesia, sedangkan pemerintah Indonesia mengaku bahwa korban tewas merupakan warga sipil pekerja konstruksi. Pemerintah kemudian meluncurkan penumpasan terhadap pemberontak di wilayah tersebut, yang terus berlanjut. Hari Jumat (26/4), pihak berwenang Indonesia mengatakan bahwa dua tentara telah terluka dalam serangan oleh pemberontak.

Pihak berwenang Indonesia juga menuduh pekerja komisi pemilihan umum di Papua telah diserang oleh milisi bersenjata.

Pengadilan diperkirakan akan menetapkan keputusan tentang kasus perdata tersebut dalam beberapa pekan mendatang. Perwakilan Indonesia di Australia telah dihubungi untuk memberikan komentar.


Link:
- theguardian.com/world/2019/apr/29/it-opened-my-eyes-the-indonesian-woman-fighting-for-west-papuan-independence
- matamatapolitik.com/news-kisah-pengacara-indonesia-veronica-koman-perjuangkan-hak-papua-barat/