Siaran Pers
Nomor : 05/SK-SP/LBH-P/VI/2019
MERAWAT PULAU PAPUA
SEBAGAI PARU-PARU DUNIA DIBAWAH ANCAMAN PEMANASAN GLOBAL
Pada tahun 1972 untuk menandai pembukaan Konferensi Perserikatan Bangsa Bangsa tentang “Lingkungan Hidup Manusia” yang dilaksanakan dari tanggal 5 – 9 Juni 1972 di Stocholm, Majelis Umum Perseriktan Bangsa Bangsa menetapkan tanggal 5 juni sebagai “hari lingkungan hidup sedunia”. Penetapan hari lingkungan hidup sedunia tesebut dengan maksud “untuk menciptakan kesadaran global tentang masalah lingkungan hidup yang dihadapi dunia atau negara tertentu”. Sekalipun demikian sejak tahun 1972 – 2019, keseriusan negara anggota Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk menjalankan komitmen perlindungan lingkungan masih jauh dari harapan, hal itu dapat dilihat dari fakta kasus pemanasan bumi yang sudah mulai menghilangkan beberapa kepulauan di bumi manusia.
Pada perkembangannya kesadaran akan ancaman pemanasan bumi oleh manusia penghuni planet bumi ini sedikit mulai nampak melalui penetapan 2 (dua) pulau besar di dunia, yaitu : “Pulau Greendland dan Pulau Papua sebagai Paru-Paru dunia yang siap menanggulangi kasus pemanasan bumi yang sedang menghantui bumi manusia”. Dalam rangka menindaklanjuti penetapan Pulau Papua sebagai paru-paru dunia perlu diperhatikan secara maksimal sebab sampai saat ini masih wilayah papua menjadi surga bagi para investor pengembangan ijin Hak Pengolahan Hutan (HPH), Hak Guna Usaha (HGU), Ijin Usaha Pertambangan (IUP) dan Ijin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) atau Kontrak Karya (KK) yang diberikan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten tanpa melibatkan masyarakat adat papua pemilik tanah adat, hutan adat dan laut adat yang berada dalam wilayah ulayat papua.
Dengan berdasarkan pada dasar menimbang huruf a, lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup disebutkan bahwa “lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28H Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945” serta komitmen penetapan hari lingkungan hidup sedunia “untuk menciptakan kesadaran global tentang masalah lingkungan hidup yang dihadapi dunia atau negara tertentu” LBH Papua bersama beberapa lembaga advokasi di Papua terus melakukan berbagai advokasi baik mendampingi kasus serta mendorong pembuatan kebijakan.
Dalam penanganan kasus misalnya, sejak tahun 2018 LBH Papua menanti kepatuhan Dinas ATR/BPN Propinsi Papua menjalankan putusan Komisi Informasi Publik Daerah Papua dan Putusan Penetapan Eksekusi PTUN untuk menerbitkan 31 Ijin HGU yang beroperasi di wilayah propinsi Papua. Atas sikap Ketidakpatuhan Dinas ATR/BPN Propinsi Papua itulah yang menjadi dasar LBH Papua bersama koalisi melaporkan Mentri ATR/BPN Republik Indonesia dan Kepala Dinas ATR/BPN Propinsi Papua atas didugaan tindak pidana Keterbukaan Informasi Publik sebagaimana diatur pada pasal 52, Undang Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasih Publik di Mabes Polri dan telah dilimpahkan ke Polda Papua.
Terlepas dari itu, pada tahun 2018 LBH Papua melakuan investigasi atas operasi PT. Nabire Baru dan menemukan 2 (dua) fakta pelanggaran Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang dilakukan oleh PT. Nabire Baru. Pelanggaran yang dilakukan adalah : Pertama, pada walanya PT. Nabire Baru bekerja tanpa mengantongi AMDAL (PT. Nabire Baru diduga melanggar Pasal 109, UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengolahan Lingkungan Hidup); Kedua, PT. Nabire Baru dan Pemerintah tidak menjalankan tidak memberikan laporan dan meminta laporan berkala selama 6 (enam) bulan sekali sesuai dengan arahan didalam AMDAL PT. Nabire Baru (PT. Nabire Baru diduga melanggar Pasal 71 ayat (1) dan ayat (2), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan dan Pemerintah diduga melanggar pasal 112, UU Nomor 34 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengolahan Lingkungan Hidup). Atas kedua temuan itu, pada bulan Desember 2018, LBH Papua telah melaporkannya kepada Gubernur Propinsi Papua dan ditembuskan kepada beberapa instansi terkait baik di Propinsi maupun Kabupaten Nabire namun sampai saat ini LBH Papua belum mendapatkan hasil dari Gubernur Propinsi Papua dan instansi terkait.
Dalam mendorong pembuatan kebijakan, dengan memperhatikan penerbitan Instruksi Presiden Nomor 8 tahun 2018 tentang penundaan dan evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit serta peningkatan produktifitas perkebunan kelapa sawit yang didasarkan pada “melindungi kelestarian lingkungan termasuk penurunan emisi gas rumah kaca” maka pada tanggal 28 Februari 2019, LBH Papua bersama beberapa LSM, Dinas Terkait, Perwakilan Masyarakat Adat Papua telah membuat dan menandatanggani MOU Mendorong Impelementasi Moratorium Sawit Di Papua (implementasi Inpres Nomor 8 Tahun 2018) yang telah diserahkan kepada perwakilan DPRP dari kursi Adat dengan maksud untuk mengunakan hak inisiatif yang dimiliki legislator dapat mendorong adanya regulasi daerah tentang implementasi Instruksi Presiden Nomor 8 tahun 2018 tentang penundaan dan evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit serta peningkatan produktifitas perkebunan kelapa sawit di dalam wilayah Propinsi Papua.
Pada prinsipnya semua usaha yang dilakukan oleh LBH Papua diatas semata-mata untuk memperjuangkan “lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28H Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945” serta mendorong komitmen penetapan hari lingkungan hidup sedunia “untuk menciptakan kesadaran global tentang masalah lingkungan hidup yang dihadapi dunia atau negara tertentu”. Berdasarkan dengan itu maka LBH Papua mengajak masyarakat papua untuk selalu merayakan hari lingkungan hidup pada tanggal 5 Juni setiap tahunnya dengan agenda “MERAWAT PULAU PAPUA SEBAGAI PARU-PARU DUNIA DIBAWAH ANCAMAN PEMANASAN GLOBAL”. Selain itu, di hari lingkungan hidup ini LBH Papua menegaskan kepada :
1. Kapolri Cq Kapolda Papua untuk segerah menetapkan tersangka dan menindaklanjuti laporan tindak pidana Keterbukaan Informasi Publik sebagaimana diatur pada Pasal 52, Undang Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasih Publik
2. Gubernur Propinsi Papua segerah menindaklanjuti 2 laporan, yaitu : Pertama, dugaan pelanggaran Pasal 109, UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengolahan Lingkungan Hidup yang dilakukan oleh PT. Nabire Baru; Kedua, dugaan pelanggaran Pasal 71 ayat (1) dan ayat (2), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan yang dilakukan oleh PT. Nabire Baru dan dugaan pelanggaran Pasal 112, UU Nomor 34 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengolahan Lingkungan Hidup yang dilakukan oleh Pemerintah;
3. Gubernur Propinsi Papua dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) segera menindaklanjuti MOU Mendorong Impelementasi Moratorium Sawit Di Papua (implementasi Inpres Nomor 8 Tahun 2018) dengan cara menerbitkan kebijakan daerah tentang implementasi Instruksi Presiden Nomor 8 tahun 2018 tentang penundaan dan evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit serta peningkatan produktifitas perkebunan kelapa sawit di dalam wilayah Propinsi Papua.
Demikian siaran pers ini dibuat, semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya. Atas perhatian dan kerjasamanya disampaikan terima kasih.
Jayapura, 5 Juni 2019
Hormat Kami
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia
Lembaga Bantuan Hukum Papua
Emanuel Gobay, S.H., MH
(Direktur)
Narahubung :
082199507613