Putusan Tidak Adil; 2 Anggota KNPB Divonis Melanggar Pasal 214 ayat (1) KUHP

PERS RILIS

PUTUSAN KASUS KRIMINALISASI ATAS SKANDAL KEPEMILIKAN AMUNISI

(Timika, 13 Mei 2019) Dua anggota Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Timika diputus bersalah melanggar Pasal 214 ayat (1) KUHP yaitu melawan perintah penguasa umum. Yakonias Womsiwor divonis 1 tahun 6 bulan, sedangkan Erichzon Mandobar divonis 1 tahun 3 bulan. Putusan diberikan oleh hakim tepat setelah duplik dibacakan oleh Penasihat Hukum di Pengadilan Negeri Kota Timika siang ini.
Kami menganggap bahwa putusan yang diberikan tidak adil baik secara prosedur maupun substansinya.

Agenda sidang hari ini seharusnya hanyalah duplik atau tanggapan pembelaan kedua oleh Penasihat Hukum. Namun hakim kemudian membacakan putusan yang telah diketik tepat setelah duplik selesai dibacakan oleh Penasihat Hukum. Hal ini menunjukkan bahwa hakim tidak memberikan kesempatan waktu yang sama dalam mempertimbangkan pembelaan duplik Penasihat Hukum dibanding replik jaksa.

Adapun landasan dari keseluruhan kasus ini adalah kriminalisasi dan rekayasa. Yakonias dan Erichzon ditangkap di sekretariat KNPB Timika pada 15 September 2018 ketika terjadi penggeledahan oleh ratusan TNI/Polri bersenjata lengkap yang datang pada jam 6 pagi. Ditemukan seratus lebih amunisi, senjata, dan molotov dari penggeledahan tersebut. Terkuak di dalam persidangan, saksi yang dihadirkan oleh jaksa yaitu dua anggota kepolisian memberikan kesaksian bahwa amunisi, senjata, dan molotov yang ditemukan tersebut adalah milik oknum TNI. Hal ini menunjukkan adanya rekayasa untuk menstigma KNPB yang adalah organisasi damai.

Yakonias dan Erichzon juga adalah korban penyalahgunaan senjata api oleh aparat keamanan. Tanpa tembakan peringatan, Yakonias ditembak enam kali, sedangkan Erichzon ditembak dua kali. Akses untuk pengobatan mereka sempat terhambat, sebelum akhirnya diobati sendiri oleh pihak keluarga.

Kami menganggap bahwa kasus ini memperpanjang daftar ketidakadilan di tanah Papua. Ketika telah terkuak di dalam persidangan bahwa aparat keamanan telah melakukan penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan, namun pengadilan yang seharusnya menjadi benteng terakhir dalam menegakkan keadilan pun tidak mampu mewujudkan itu.

Koalisi Penegakan Hukum dan HAM untuk Papua,

Veronica Koman