“PERNYATAAN SIKAP”
PEMERINTAH DAN PERUSAHAAN
ABAIKAN UU NOMOR 13 TAHUN 2003 MENYENGSARAKAN BURUH
DI PAPUA
Papua adalah salah satu daerah dengan perusahaan terbanyak di indonesia, berdasarkan pantauan perusahaan-perusahaan tersebut bergerak diberbagai sektor seperti perusahaan yang bergerak di sektor kehutanan, sektor perikanan, sektor pertanian, sektor perkebunan, sektor pertambangan, sektor pasar, sektor konstruksi bangunan, sektor trasportasi (darat/laut/udara) dan sektor penyedia jasa tenaga kerja. Berdasarkan data, status hukum perusahaan yang beroperasi di papua berbadan hukum swasta (local/nasional/multinasional) serta BUMN/BUMD dimana ada diantaranya yang berstatus objek vital negara.
Dari eksistensi perusahaan di segala sektor tentunya menunjukan fakta eksistensi buruh dengan status hubungan kerja yang berfariasi mulai dari pekerja tetap, pekerja waktu tertentu, pekerja harian lepas dan pekerja dengan status yang tidak jelas. Dari hasil produksi semua perusahaan itu menunjukan keuntungan yang mengiurkan bagi perusahaan-perusahaan di segala sektor, sementara kondisi kesejahteraan buruhnya masih dibawah rata-rata. Dalam rangka mengendalikan keuntungan yang besar bagi perusahaan selama ini, dari pengakuan para pekerja ditemukan beberapa model politik pengupahan yang diterapkan oleh perusahaan, seperti : penetapan sistim pekerja harian dengan cara memberikan upah perhari atau sistim perjaan pertahap dengan beban kerja yang berbeda (tanam perawatan panen dan pengolahan) dengan upah yang berbeda perjenjang tanpa status kerja yang jelas atau sistim perjanjian kerja bersama yang berubah setiap tahunnya diatas status sebagai pekerja tetap atau dengan sistim penyedia jasa tenaga kerja dimana upah buruhnya wajib dipotong oleh perusahaan penyedia jasa tenaga kerja. Sementara para buruh itu harus bekerja selama lebih dari 8 Jam kerja tanpa diberikan pesangon serta adanya kejelasan jaminan kesehatan bagi buruh.
Dengan mengunakan politik pengupahan demikian telah sukses menempatkan posisi perusahaan pada puncak keuntungan yang mengiurkan sementara kesejahteraan keluarga buruh dibawah standar kehidupan yang layak berdasarkan jumlah biaya hidup di propinsi papua yang tinggi. Ditengah kondisi politik pengupahan perusahaan yang demikian, pemerintah daerah propinsi papua menetapkan upah minimum pekerja sebesar Rp. 3.200.900/perbulan, namun sampai saat ini belum banyak bahkan tidak ada perusahaan disegala sektor yang memberikan upah sesuai dengan UMP Propinsi Papua.
Diatas fakta, mayoritas perusahaan tidak memberikan kebebasan bagi buruhnya untuk membentuk serikat pekerja yang dapat berfungsi untuk mendidik dan memperjuangkan hak-hak buruh pada setiap perusahaan sehingga menyulitkan buruh untuk memenuhi hak atas keadilan melalui mekanisme mediasi, bipartite, tripartite dan gugatan di pengadilan hubungan industrial yang difasilitasi oleh serikat pekerja.
Semua kenyataan itu hanya disaksikan begitu saja oleh pemerintah daerah tanpa melakukan sesuatu hal padahal pengawasan dan perintah pemberian upah sesuai UMP Propinsi serta pesangon dan jaminan keselamatan kerja, kewajiban mendirikan serikat pekerja dalam perusahaan, jaminan penegakan hak buruh rentan (perempuan dan anak), jaminan penegakan hak buruh yang berkebutuhan khusus (difabel) dan lain sebagainya yang masuk dalam kategori hak buruh merupakan bagian langsung dari Hak Asasi Manusia sehingga negara melalui pemerintah bertanggungjawab untuk memenuhinya dimana pemenuhannya sesuai dengan prinsip perlindungan, penghormatan, penegakan dan pemajuan HAM merupakan tanggungjawab negara melalui pemerintah sebagaimana diatur pada pasal 28i ayat (4) UUD 1945.
Terlepas dari kondisi diatas, buruh PT.Freeport Indonesia tampil sebagai sebuah gerakan buruh yang memiliki tingkat kesadaran akan hak-hak buruh yang sangat tinggi yang dibuktikan dengan fakta 8.300 buruh melakukan hak mogok kerja sejak tahun 2017 – 2019 untuk menentang penerapan kebijakan merumahkan buruh yang diterapkan PT.Freeport Indonesia mogok kerja tersebut dilakukan berdasarkan prinsip kebijakan merumahkan tidak dijamin dalam Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan sekalipun demikian sampai saat ini belum diakui oleh PT. Freeport Indonesia, malah PT. Freeport Indonesia menyatakan bahwa pihaknya telah Mem-PHK 8.300 orang buruh sehingga disarankan kepada 8.300 orang buruh untuk menempuh upaya hukum melalui Pengadilan Hubungan Industrial.
Sikap PT.Freeport Indonesia diatas membuktikan bahwa PT.Freeport Indonesia tidak tunduk terhadap UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebab perihal mogok kerja dan mekanismenya dijamun pada pasal 137 junto 140 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Sikap dan tindakan PT.Freeport Indonesia itu dikhawatirkan menjadi langkah penyesatan terhadap hak mogok kerja yang merupakan hak dasar yang dimiliki buruh sehingga kedepan akan dijadikan dalil bagi perusahaan lainnya untuk membungkam hak mogok kerja yang dijamin dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Mengingat 1 mei merupakan hari buruh internasional yang wajib diperingati oleh segenap buruh di seluruh dunia serta secara nasional di indonesia pada tanggal 1 Mei yang ditetapkan sebagai hari libur nasional yang diperuntukan untuk menghargai hari bersejarah bagi buruh secara internasional dimana pada kesempatan yang berbahagia bagi buruh internasional itu dibanyakkan tempat biasanya diisi dengan berbagai kegiatan seperti aksi demonstrasi, mimbar bebas, konser musik, olahraga, perlombaan antar sesame buruh dan lain sebagainya.
Selain itu, pada hari yang bersejarah bagi buruh secara internasional itu, pasti saja ada buruh yang masih tetap bekerja sehingga memberikan kesan buruk bagi martabat buruh sebagai penentu kesejahteraan umat manusia di muka bumi ini. selain itu dengan berpijak pada realitas persoalan yang dialami buruh di papua baik melalui sikap pengabaian pemerintah dan perusahaan serta penyesatan yang dilakukan oleh PT.Freeport terhadap gerakan mogok kerja sah yang dilakukan oleh 8.300 buruh PT. Freeport Indonesia diatas menunjukan kondisi yang memprihatinkan bagi buruh di papua sehingga semua persoalan itu wajib disampaikan kepada publik papua di hari buruh internasional ini dengan tujuan untuk melindungi martabat buruh di papua.
Berdasarkan latar belakang diatas, kami :
LBH Papau, PAHAM Papua, Kontras Papua, ALDP Papua, FIM Papua, Papuan Voices, Koalisi Buruh Mahasiswa Rakyat Papua, Garda Papua dan Moker Buruh PT. Freeport Indonesia yang tergabung dalam GERAKAN BURUH PAPUA menyatakan sikap sebagai berikut :
1. Pemerintah segera mengaudit upah buruh diseluruh perusahaan yang ada di tanah papua
2. Pemerintah dan PT. Freeport segera selesaikan masalah mogok kerja 8.300 buruh Freeport
3. Hapus sistim out soursing di bumi papua
4. Buruh segera membangun serikat buruh ditempat kerja masing-masing
5. Perusahaan wajib liburkan buruh saat hari-hari libur nasional khususnya 1 mei
6. Pemerintah segera membentuk deks buruh untuk selesaikan masalah perburuhan
7. Pengusaha wajib memberikan upah sesuai UMP Propinsi Papua
8. Perusahaan dilarang pekerjakan anak dibawah umum
9. Kembalikan 8.300 buruh mogok kerja PT.Freeport dan membajak hak-hak buruh mogok kerja
Demikian pernyataan sikap ini disampaikan atas perhatian dan kerjasamanya diucapkan banyak terima kasih.
Jayapura, 1 Mei 2019
Hormat Kami
YOHANES MAMBRASAR, S.H
GERAKAN BURUH PAPUA
(LBH Papua PAHAM Papua, Kontras Papua, ALDP Papua, FIM Papua, Papuan Voices, Koalisi Buruh Mahasiswa Rakyat Papua, Garda Papua dan Moker Buruh PT. Freeport Indonesia) (https://www.facebook.com/lbh.papua.3)
0 Comments