Papua: Antara Jakarta dan Washington D.C

Papua: Antara Jakarta dan Washington D.C
Oleh Ebe Steward di Suara Rakyat Papua Bara

“Sambil menyelam minum air”. Sambil browsing mari kita menjelajah dunia dengan bermain teori. Teori  yang satu ini dikenal sebagai “teori sistem dunia” jika anda familiar dengan teori ini,maka tentu anda kenal Immanuel Wallerstein.

 Menurut teori ini kapitalisme telah menyebar ke seluruh dunia sehingga menciptakan Negara pusat (core) Negara semi pinggiran (semi pheri-pheri), dan Negara pinggiran (pheri-pheri). Wallerstein memahami Teori system dunia sebagai perkembangan ekonomi kapitalis dunia yang saling bertautan,dimana tumbuh dalam bentuk modern pada abad ke XIV. Konsepsi Wallerstein tentang kapitalisme ditopang oleh gagasan mengenai ekspansi perdagangan internasional. Teori ini berpendapat bahwa tidak meratanya pembangunan didunia dan adanya pembagian dunia pertama dan ketiga karena penerapan fungsi dari system dunia yang kapitalis, bukan akibat dari ketertinggalan sejarah atau suatu masalah teknis.

Washington D.C dan Jakarta

Hubungan RI – Amerika Serikat (AS) telah terbina sejak sebelum proklamasi kemerdekaan RI tahun 1945. Secara resmi hubungan diplomatik kedua Negara ditandai dengan pembukaan Kedutaan Besar di masing-masing Negara. Tanggal 28 1949, AS membuka Kedutaan Besar di Jakarta dan menunjuk Duta Besar AS pertama, Horace Merle Cochran. Kemudian  tanggal 20 february 1950, Indonesia menunjuk Dr, Ali Sastroamidjojo, sebagai Duta Besar RI pertama untuk AS.

Perjalanan hubungan RI – AS, tak selalu harmonis dalam bukunya berjudul “Indonesia Melawan Amerika: Konflik Perang Dingin 1953 – 1963” Wardaya (2008) menggambarkan aroma diplomasi cantik dan elegan disertai dengan kebijakan para pemimpin yang tidak mau didikte dan tunduk pada Amerika.
Ketidak harmonisan itu menjadi-jadi ketika Soekarno menggunakan Kartu Uni Soviet untuk menakut-nakuti AS, bahwa militer Uni Soviet akan membantu Indonesia dan akan memporak-porandakan Belanda, Negara sekutu abadi Amerika di tanah penjajahan Papua. Berkat metode gertak sambal itu Bung Karno berhasil membuat Amerika tak berkutik akhirnya dengan sangat terpaksa John F Kennedy memerintahkan  Belanda untuk hengkang dari tanah Papua. Papua kemudian bebas dari tangan Belanda dengan tanpa jatuhnya korban.

Hegemoni semangat nasionalisme dan gagah berani dalam menentang pihak Amerika akhirnya berakhir setelah pada tahun 1965 Indonesia keluar dari keanggotaan PBB diikuti dengan runtuhnya kekuasaan orde lama.

Era orde baru pun dimulai. Sebuah era dimana semangat nasionalisme mulai pudar menurut Wardaya (2008). Eranya teori sistem dunia mulai bangkit. Pemerintahan Orde Baru berada di bawah kendali Amerika melalui lembaga-lembaga internasional-nya seperti IMF, Bank Dunia, USAID serta strategy kebijakannya yang selalu tunduk pada Mafia Berkeley. Presiden Soeharto dikenal sebagai antek-anteknya Amerika.
Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, pada tahun 1991 perdagangan Amerika Serikat dan Indonesia lebih besar dengan perdagangan Negara-negara Eropa Timur. Indonesia mengalami kemajuan pesat akibat kerjasama tingkat tinggi dengan Amerika serikat.

Orde Baru berlalu, era reformasi berkuasa alam demokrasi perlahan-lahan menanjak namun masih dibawah kendali AS. AS menjadi Negara pusat (core) serta Indonesia berperan sebagai Negara pinggiran (Pheri-pheri).

Jalinan Hubungan RI – AS semakin mesra setelah berakhirnya Pemerintahan Megawati yang dengan giat-giatnya menjalin hubungan dengan RRC dimana pada tahun 1967 telah diputuskan hubungan di plomatik dengan RRC oleh Presiden Soeharto. Kedekatan Megawati dengan RRC membuat AS tersinggung dan akhirnya dalam buku Derek Manangka berjudul “ Jurus & Manuver Politik Taufiq Kiemas: Memang Lidah Tak Bertulang”. Menandai kekalahan Megawati Soekarnoputri pada pemilihan Presiden 2004. Derek menulis salah satu penyebabnya adalah Amerika Serikat tak menyukai Megawati. Tanda – tanda kekalahan itu ditandai dengan pertemuan Menlu Colin Powel dan SBY dalam acara mitra dialog ASEAN.

Terpilihnya SBY,pada pemilihan Presiden 2004 hingga sekarang menjadikan hubungan RI – AS kian hari semakin mesra,pernak-pernik cinta membara dari Jembatan Emas San Fransisco sampai ke pulau dewata Bali. kemesraan ini terlihat dengan berkibarnya bendera partai Demokrat mesin politik SBY, yang hampir sama namun tak serupa seperti Partainya Barack Obama.

Suatu ketika kepada International Herald Tribune Presiden SBY pernah berkata “ I love the United States with all its faults, I consider it my second country”. Neo-liberal, kapitalis, dan berbagai julukan ditujukan kepada pemerintahan ini karena perpanjangan tangan dari Amerika Serikat (core).  
Hubungan Amerika Serikat dan Indonesia sangat penting, bukan hanya dalam kebijakan dan kepentingan luar negeri, tetapi juga dalam negeri lebih khusus pada upaya mempertahankan NKRI. Pangakuan kedaulatan NKRI oleh Amerika Serikat itu sangat penting di mata RI,bila dilihat dari sudut pandang teori sistem dunia. Peran Indonesia dalam hubungannya bersama Amerika Serikat bukanlah partner untuk saling melengkapi, namun hanya sebatas Negara Pusat (core) dan Negara Pinggiran (Pheri-Pheri).

Jakarta dan Papua

Teori sistem dunia ini sepertinya telah membumi, di Indonesia teori ini lebih nampak pada era pemerintahan Orde Baru. Pada pemerintahan Orde Baru ibukota RI, Jakarta berfungsi sebagai Propinsi pusat (core), dan Propinsi – propinsi lainnya berperan sebagai Propinsi semi pinggiran (semi pheri-pheri) sedangkan Propinsi Papua dapat dikategorikan sebagai Propinsi Pinggiran (pheri-pheri). Dalam teori ketergantungan Negara atau Propinsi Pusat bertugas sebagai penyedia
layanan,pendidikan,pengatur keuangan, pengontrol media, pusat politik  dan budaya serta berperan sebagai pemberi sanksi bagi Negara-negara atau propinsi yang membangkang. Sementara Negara – Negara atau propinsi semi pinggiran dan pinggiran berperan sebagai penyedia utama sumber daya alam, dan menjadi target utama pasar dalam perdagangan. Inilah yang terjadi pada hubungan Antara Amerika Serikat dan Indonesia sebagaimana Jakarta dan Papua.

Papua yang melimpah dengan sumber daya alam, dicuri dan dibawa lari ke Jakarta sampai ke Washington D.C, seperti lirik lagunya Bob Marley dengan title “Buffalo Soldier,berbunyi “stole from Africa (Papua) brought to America” ini semua terjadi karena posisi RI yang berperan sebagai Negara Pinggiran (pheri-pheri).

PAPUA BARU

Sejak digulirkannya Otsus Papua pada Tahun 2001 hingga sekarang seharusnya Papua tidak lagi bergantung ke pada Pemerintahan Pusat di Jakarta. Karena Papua mampu berdiri sendiri dan mengatur dirinya sendiri dengan kemampuan sumber daya alam,yang melimpah ruah, serta sumber daya manusia yang mulai memadai.

Papua baru yang diidam-idamkan adalah  dimana seluruh kekayaan bumi Papua dinikmati,dan digunakan  sepenuh-penuhnya oleh suku Amungme,Asmat,Bauzi,Dani, Kamoro,Kombai,Korowai,Mee,Sentani, Yali,dan Yei yang merupakan rakyat bangsa Papua, dengan tanpa rasa intimidasi,diskriminasi demi kesejahteraan dan kemakmuran sebagai pemilik hak ulayat yang sesungguhnya.

Untuk menciptakan Papua Baru. Maka Papua membutuhkan Pengakuan hak-hak dasar rakyat Papua dari Amerika Serikat dan Jakarta dalam bentuk konferensi atau dialog bersama. Semoga!

Sumber : http://www.facebook.com/groups/suararakyat.papuabarat/doc/267452446648217/

Post a Comment

0 Comments